Brand Cotton Ink — Siapa yang menyangka peluang bisnis bisa saja datang dari hal yang sangat tidak disangka-sangka. Pada November 2008 silam, kemenangan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama cukup menjadi topik yang hangat diperbincangkan.
Maklum, Obama pernah menghabiskan sebagian masa kecilnya di Jakarta. Ternyata, situasi ketenaran Obama ini dimanfaatkan secara baik oleh Carline Darjanto dan Ria Sarwono. Mereka membuat kaos sablon bergambar Presiden AS pertama dari keturunan Afrika-Amerika itu dengan mengusung brand Cotton Ink.
Ria menuturkan bahwa untuk membuat kaos tersebut modalnya adalah Rp 1 juta, yang mana ia dapatkan dari pinjaman orangtuanya yang memberikan masing-masing 500 ribu. Sejumlah uang itu, diolah menjadi kaos Obama sebanyak dua lusin.
Kegiatan ini mereka lakukan saat mereka sama-sama duduk di bangku kuliah. Mereka sama-sama tidak menyangka bahwa saat ini brand Cotton Ink menjelma menjadi salah satu brand lokal yang populer. Yang awalnya hanya dua lusin, saat ini produksi mereka mencapai ribuan potong pakaian dan beberapa pieces aksesori.
Usaha mode yang melejit ini ternyata dimulai dari keisengan yang terjadi pada 2008 silam. Akhirnya saat itu mereka tidak hanya memproduksi kaos Obama, namun juga gambar yang lain. Dikarenakan masih kuliah, mereka menganggap usaha kaos tersebut hanyalah sampingan ungkap dua sahabat yang berteman akrab sejak SMP tersebut.
Meski usaha sampingan, mereka tetap mengibarkan brand untuk bisnisnya yakni Cotton Ink, yang dalam bahasa Inggris berarti katun dan tinta. Kata cotton mereka pakai untuk menggambarkan bahan katun yang nyaman. Adapun ink melukiskan teknik sablon.
Pada 2009, keduanya mencoba berinovasi dengan meluncurkan produk baru. Keduanya mengeluarkan produk baru yakni syal yang mereka sebut convertible scarf. Mereka memilih untuk meluncurkan produk scarf dikarenakan scarf yang mereka produksi ini berbeda dengan yang lain. Scarf produk Cotton Ink ini bisa digunakan dengan bermacam-macam gaya. Bisa menjadi trend mode baru bagi remaja-remaja yang menyukai style-style seperti yang ditampilkan di aplikasi Pinterest. Dan ternyata, produk itu mendapat respons luar biasa, menjadi hits.
Lini produk baru
Semakin tahun bisnis yang dikelola oleh dua perempuan yang bersahabat sejak lama tersebut kian melejit. Hingga di awal 2010, mereka berdua sepakat untuk serius dalam bisnis Cotton Ink ini. Mereka memiliki keinginan Cotton Ink menjadi brand mode, tidak hanya brand aksesori.
Keseriusan mereka membuatnya mengambil keputusan untuk membuat survei kecil-kecilan. Dari hasil survei kecil-kecilan, keduanya merilis pakaian kasual dengan desain tidak terlalu seperti baju kantoran dan pesta. Ternyata, ide mereka tersebut dapat masuk ke hati masyarakat. Di 2010 yang awalnya target pasarnya unisex, kini berubah menjadi perempuan.
Dengan mengincar kaum Hawa, mereka pun menciptakan produk-produk yang menggambarkan perempuan yang nyaman dan percaya diri dengan dirinya sendiri sekaligus memiliki karakter. Itu juga tergambar dari arti Cotton Ink. Hanya sejak awal berbisnis, Carline dan Ria tidak memproduksi sendiri pakaian dan aksesori hasil desain mereka.
Dua perempuan yang sama-sama kelahiran 1987 silam ini menyerahkan pengerjaan produk ke pihak ketiga. Mereka menganggap, usaha mode yang punya pabrik sendiri merupakan tipikal perusahaan lama. Alhasil, Carline dan Ria hanya mendesain produk dan memilih material yang cocok. Carline menuturkan bahwa dalam bisnis Cotton Ink ia lebih memilih melihat power dari yang dimiliki keduanya.
Mereka menyerahkan proses produksi ke sejumlah usaha kecil dan menengah (UKM). Lokasi mitra tidak hanya di Jakarta, juga di luar Ibu Kota RI. Dalam mengelola bisnis, keduanya berbagi tugas. Ria mengatur strategi pemasaran sebagai brand and marketing director.
Sementara Carline yang lulusan sekolah desain mengurus bagian produksi sebagai creative director. Tentu, dalam pekerjaan sehari-hari mereka mendapat bantuan dari karyawan yang saat ini berjumlah 125 orang. Awalnya, Carline dan Ria hanya bekerja tanpa pegawai.
Baru punya karyawan pada 2009 sebanyak dua orang. Itu pun keduanya ialah asisten rumahtangga (ART) orangtua Carline dan Ria. Dan, Carline mengungkapkan, tidak mudah merekrut dan membentuk tim yang baik. Ia bercerita, pernah punya tim berkinerja kurang bagus. Apalagi, setiap pekan Cotton Ink meluncurkan produk baru. Saat ini, Cotton Ink memiliki empat lini produk: Pakaian, Aksesori, Cotton Ink Studio, dan Cotton Ink Mini.
Pada 2012 mereka merilis produk yang menggabungkan batik tradisional dan tenun ikat ke dalam desain baju-bajunya. Tentu saja, masih dalam ranah casual with a twist khas Cotton Ink. Lalu, Cotton Ink Studio lahir pada 2014 yang merupakan sebuah perwujudan baru dari nilai estetika minimal dan modern. Koleksi dalam lini produk ini adalah kontradiksi ketegasan dan kelembutan melalui berbagai bentuk juga tekstur.
Gandeng Investor
Cotton Ink Mini jadi lini produk paling baru yang rilis pada April 2018. Konsepnya: lebih mengedepankan pakaian anak yang kasual tapi juga enak dipakai dan bukan seperti baju rumah. Sejauh ini, target pasarnya masih untuk bayi usia 0 – 3 bulan. Tapi, mereka bakal meluncurkan koleksi baru lagi sampai usia 5 tahun.Tahun depan, rencananya bisa sebulan sekali mengeluarkan koleksi gres.
Dalam inovasi produk baru, Carline dan Ria juga berkolaborasi dengan ilustrator Dina Maharani dan desainer Mel Ahyar. Kolaborasi yang terjalin sejak 2015 itu menjadi strategi pemasaran baru bagi Cotton Ink yang berstatus perseroan terbatas (PT) pada 2012. Mereka ingin para pelanggan setia juga memiliki sesuatu yang ekstra seperti edisi spesial, di luar koleksi-koleksi Cotton Ink.
Lalu, untuk semakin mendekatkan diri kepada pelanggan, Carline dan Ria membuka gerai fisik di daerah Kemang, Jakarta. Gerai fisik di Kemang ini sempat menjadi kantor juga buat Carline dan Ria. Sebelumnya, mereka menjalankan roda bisnis di rumah orangtua Ria lalu pindah dengan menyewa sebuah ruko di 2010.
Sekarang, kantor mereka ada di kawasan Permata Hijau, Jakarta. Pembukaan toko di Kemang mendapat respons sangat positif dari pelanggan. Itu sebabnya, mereka membuka lagi gerai fisik di Plaza Senayan, Jakarta.
Ekspansi pun berlanjut. Tahun berikutnya mereka membuka gerai di Pondok Indah Mall (PIM) dan Kota Kasablanka (Kokas). Tetapi, menutup toko di Kemang lantaran pasar di Jakarta Selatan sudah cukup kuat dengan keberadaan gerai di PIM dan Plaza Senayan. Ke depan, Carline dan Ria fokus menggarap pasar luar Jakarta. Untuk itu, mereka start dengan membuka pop-up store di Kota Medan, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya.
Langkah besar lainnya adalah, mengajak investor masuk ke Cotton Ink. Sebenarnya, sejak tiga tahun lalu, sudah ada penawaran yang masuk. Cuma, mereka merasa masih belum siap untuk berkongsi. Saat ini, Ria mengatakan bahwa sudah sampai titik Cotton Ink membutuhkan bantuan terutama secara finansial, modal untuk bisa lebih besar dan menjangkau secara luas lagi. Mereka siap terbang lebih tinggi.