You are currently viewing Kisah Ronny Lukito, Sosok Di Balik Suksesnya Tas Eiger

Kisah Ronny Lukito, Sosok Di Balik Suksesnya Tas Eiger

Pernahkan Anda mendengar nama Ronny Lukito? Ia adalah sosok yang berperan penting dibalik produk asli Indonesia, tas Eiger. Ternyata, ia merupakan seorang lulusan STM yang dengan tingginya daya juang berhasil membuat tas Eiger dikenal di seluruh penjuru Indonesia, bahkan hingga negara lain. 

Yuk, simak perjuangannya dalam artikel Mitranpack berikut ini. Semoga terinspirasi, bagi Anda yang membacanya!

Sosok Ronny Lukito Di Balik Eiger 

Ronny Lukito - Eiger Adventure
Eiger Adventure

Siapa yang tidak tahu brand Eiger? Sebuah brand lokal yang identik dengan pecinta alam, pendaki gunung, dan olahraga menantang lainnya. Brand yang awalnya dibuat khusus untuk perlengkapan outdoor ini sudah ada dari tahun 1990-an dan terus mengembangkan sayapnya hingga ke perlengkapan untuk riding, traveling hingga produk lifestyle. 

Setelah ditelusuri, sosok Ronny Lukito menjadi dalang dibalik kesuksesan Eiger. Kegigihannya memang patut diacungi jempol. Meskipun sudah berhasil sukses, kini ia selalu mengembangkan kemampuan dirinya sebagai founder dan CEO agar kesuksesannya tidak terhenti begitu saja. 

Sebelum membahasnya, jika Anda adalah salah satu pebisnis pemula, hal yang harus ingat saat berbisnis ialah jangan sampai Anda lupa dengan pengelolaan keuangan dalam bisnis. Terkadang, banyak yang masih belum bisa melakukan pengelolaan keuangan bisnis dan pribadi dengan baik.

Beberapa di antaranya, sering keliru akan sumber uang yang digunakan untuk kebutuhan bisnis. Untuk meminimalisasi segala kemungkinan, akan lebih baik jika Anda memanfaatkan tools yang sering digunakan khusus pengelolaan dan perencanaan keuangan.   

STM dan Usaha Tas Keluarga 

Lahir di Bandung, 15 Januari 1962 dari pasangan Lukman Lukito dan Kurniasih sebagai anak ketiga dari enam bersaudara, Ronny Lukito tidak memiliki latar belakang keluarga berada, bahkan bisa dikatakan cenderung kurang mampu. Keluarganya sehari-hari bekerja sebagai penjual tas buatan sendiri dengan merek Butterfly, yang diambil dari merek mesin jahit terkenal pada saat itu. Karena kondisi ekonomi keluarga yang cukup sulit, ketimbang SMA, Ronny memutuskan untuk menempuh pendidikannya di STM dengan tujuan agar bisa langsung bekerja. 

Kala itu kegiatan yang ia lakukan sehari-hari adalah membantu ayahnya mengambil bahan-bahan untuk pembuatan tas. Sebelum pergi sekolah, ia juga berjualan susu, dan sepulang sekolah ia menjadi montir bengkel motor.  Setelah lulus dari STM, Ronny sebenarnya ingin melanjutkan pendidikannya ke ITENAS. Namun, melihat keadaan ekonomi keluarganya, ia memprioritaskan untuk mendapat pekerjaan dibanding kuliah. Belum sempat melamar kerja, kerabatnya menyarankan untuk meneruskan usaha tas yang dimiliki keluarganya.

Dari sinilah ia bisa mempelajari seluk-beluk pembuatan tas, mulai dari desain hingga bagaimana proses penjahitannya. Ia juga mencoba memasukkan produksi tas keluarganya ini ke Matahari Departemen Store. Walaupun tidak mendapat banyak order-an, ia tetap berusaha mengembangkan usaha keluarganya tersebut. 

Mulai Produksi Tas Sendiri

Tak lama setelah bekerja di toko tas keluarga, Ronny yang memiliki jiwa entrepreneur mencoba membuka toko tasnya sendiri dengan modal kurang dari Rp1 juta. Kala itu, ia menggunakannya untuk membeli dua buah mesin jahit, peralatan jahit, dan beberapa bahan untuk membuat tas. Di tahun 1983-1984, Ronny memulai produksi tasnya sendiri dengan dibantu seorang penjahit bernama Mang Uwon.  

Karena pengalaman sebelumnya, Ronny juga ingin memasukkan tas produksinya ini ke Matahari Departemen Store, namun berkali-kali ditolak. Tidak tinggal diam, ia terus berkreasi hingga akhirnya di pengajuan yang ke 13 kalinya. Akhirnya produknya pun diterima, meski waktu itu penjualannya tidak lebih dari Rp300 ribu. Kala itu tas pertama yang ia produksi diberi nama Exxon.

Ekspansi Usaha Hingga Terkena Kasus Copyright

Melihat adanya celah dalam ekspansi bisnis, ia kemudian mulai berkeliling ke daerah-daerah untuk mencari partner yang bersedia menjadi pengecer tas produksinya. Dia berkeliling dari daerah ke kota kemudian kembali ke daerah lainnya untuk mempromosikan produk sekaligus membangun jaringan pemasaran. Walaupun masih dalam tahap awal memulai bisnis tasnya, ia merasa tidak begitu menguasai pengetahuan dunia usaha dan pemasaran sehingga memutuskan untuk menggunakan jasa seorang konsultan.

Ronny juga banyak belajar secara privat mengenai pengetahuan manajemen dan juga mengambil kursus manajemen keuangan. Bila ada seminar atau kursus yang menurutnya bagus, ia berusaha untuk menghadirinya. Ia juga membaca buku-buku yang relevan untuk menunjang pengembangan bisnisnya. Di tahun 1986, Ronny memutuskan untuk memperbesar jumlah produksi dan membeli rumah seluas 600m2 sebagai tempat produksi, setelah sebelumnya pada tahun 1984 ia juga membeli rumah dengan luas dan peruntukkan yang sama. 

Setelah menikah di tahun 1986, Ronny Lukito kemudian mulai mempekerjakan marketing professional untuk usahanya tersebut. Dari sini, ia mulai mencari nama baru untuk tasnya, karena nama Exxon sebelumnya terbentur masalah copyright. Ia mendapatkan surat komplain dari salah satu perusahaan di Amerika, yaitu Exxon Mobil Corporation.

Oleh karena itu, tas-tas produksinya ini kemudian diberi nama Exsport (Exxon Sport). Keputusannya tersebut sangat tepat. Tas-tas hasil produksinya perlahan mulai diterima di pasaran luas. Toko-toko retail seperti Matahari, Ramayana, Gramedia, Gunung Agung, dan department store lain ikut menjualkan produknya.

Tas Eiger

Setelah tasnya diterima di pasaran, di tahun 1993, ia pertama kali memproduksi tas Eiger. Nama Eiger diambil dari salah satu gunung yang ada di Swiss, Gunung Eiger. Sesuai dengan namanya, tas ini dibuat untuk keperluan pendakian, panjat tebing, camping, dan aktivitas outdoor lainnya.

Pada awalnya, Eiger hanya memproduksi tas jenis ransel saja dan didistribusikan terbatas pada kelompok-kelompok pecinta gunung. Tetapi lama-kelamaan Eiger juga merambah ke peralatan gunung dan dijual secara luas. Karena permintaan yang kian meningkat, pada tahun 1998, Ronny Lukito kemudian membangun pabrik Eiger pertama di Jalan Cihampelas, Bandung.

Krisis moneter yang melanda Indonesia di tahun 1998 tak lantas membuat Ronny Lukito berhenti di tengah jalan. Walaupun terlilit utang yang cukup banyak, usahanya masih tetap bertahan, bahkan ia tidak perlu mem-PHK satu pun karyawannya.

Dengan terus bekerja keras, ia memulihkan kembali usahanya dan terus maju memperkenalkan Eiger ke banyak orang. Hasilnya, sejak 1999, usahanya ini sudah menyebar ke sejumlah negara, di antaranya Amerika Serikat, Jerman, Prancis, Cina, Vietnam, hingga Korea Selatan.

Kecintaan Akan Lingkungan Hidup

Kecintaan Ronny Lukito pada lingkungan dan aktivitas outdoor tidak hanya terlihat dari usaha tas Eiger miliknya ini. Di tahun 1998, ia meluncurkan Eiger Adventure Service Team (EAST), organisasi yang berpartisipasi dalam mengembangkan kegiatan alam bebas di Indonesia. Tidak hanya itu, Ronny bersama dengan LSM lingkungan hidup telah menanam setidaknya 1,5 juta bibit pohon di seluruh Indonesia.

Ia juga membuka lokasi wisata alam Dusun Bambu Leisure Park di daerah Cisarua Bandung dan meneruskan kepeduliannya akan lingkungan hidup dengan membagikan bibit pohon kepada pengunjungnya sebagai cinderamata.

Latar belakang Ronny Lukito yang sederhana membuat kita belajar bahwa usaha apa pun akan berhasil apabila kita terus berusaha dan belajar. Tanpa perjuangan, kesempatan tidak akan datang dengan sendirinya. Ronny Lukito terus belajar dalam hidupnya. Walaupun sepertinya keadaan tidak mendukung keinginannya untuk kuliah, bekerja membantu toko tas keluarga memberinya kesempatan untuk belajar, menjadi cikal bakal adanya tas Eiger saat ini.

Leave a Reply